Saturday, September 20, 2008

Para Pelawak Terkenal, Bagaimana Mereka Mengelola Penghasilannya

Para Pelawak Terkenal, Bagaimana Mereka Mengelola Penghasilannya (1)

Kasus Gogon yang divonis empat tahun penjara dan hidupnya morat-marit akibat tak bisa mengelola diri menjadi cermin pelawak yang sukses tak hanya membuat orang lain tertawa. Komedian hebat adalah yang bisa mengelola hidup, termasuk penghasilan, sehingga bisa tertawa hingga masa tua.


BEBERAPA pekerja bangunan tampak sibuk mengecat bangunan di kompleks rumah kontrakan di Jalan Sawo Ujung, Cipete, Jakarta Selatan, kemarin (17/4). Bangunan satu lantai yang sebelumnya terdiri atas tiga pintu dibuat dua lantai lagi di atasnya. Cat oranye tampak sudah melapisi sebagian sisi tembok bangunan seluas 150 meter persegi itu.

Rumah kontrakan yang sedang direnovasi itu hanya contoh kecil dari bisnis yang dijalani pelawak Tukul Arwana. Merintis usaha kontrakan tentu bukan lantaran dia butuh tambahan uang. Soal materi, pelawak yang namanya meroket lewat acara talk show Empat Mata itu bisa bermewah-mewah. Honor puluhan juta bisa dia dapat dari bekerja satu atau dua jam saja.

Order terus mengalir bak jamur di musim penghujan. Mulai dari melawak, menjadi pembawa acara, membintangi iklan, hingga berakting di layar lebar. Kesemuanya dijalani Tukul dengan bayaran yang tidak murah. Media massa pun berebut mengulas profil atau perjalanan hidup pria kelahiran Perbalan, Semarang, 16 Oktober 1963 itu.

Jika diibaratkan dengan perputaran roda, kehidupan atau karir Tukul saat ini sedang berada di atas. Tapi, roda itu cepat atau lambat akan turun ke bawah. Hal inilah yang disadari betul oleh Tukul. Tidak terbuai dengan karirnya yang mengilap, pria yang pernah berkerja sebagai tukang gali sumur dan supir pribadi ini selalu bertanya dalam hati: ”Jika roda kehidupan saya sudah sampai di bawah, bagaimana?”

Secara alamiah, kata Tukul, entah karena sudah tua atau sudah tak kreatif lagi kehidupan ekonominya akan menuju ke arah sana (penurunan). “Tapi, bagaimana caranya supaya prediksi semacam itu bisa meleset atau tidak terjadi terlalu cepat,” ujarnya.

Menurut Tukul, salah satu kunci sukses di masa tua adalah investasi. Selain menyimpan dalam bentuk simpanan di bank, dia cukup lihai memanfaatkan uang yang dia miliki. Mengembangkan bisnis kontrakan rumah adalah salah satu bidang yang paling dia senangi. Untuk kontrakan di Sawo Ujung, Cipete, Jakarta Selatan, yang dikunjungi Jawa Pos, misalnya, rencananya akan disewakan Tukul seharga Rp 1,5 juta per bulan untuk satu pintu.

Masih di sekitar tempat tinggalnya, Tukul juga sudah membeli beberapa bangunan rumah lainnya. Satu rumah seluas 200 meter persegi berada di depan rumahnya. Yang satu lagi, berukuran sedikit lebih kecil, tak jauh dari situ. Rencananya, rumah-rumah itu juga akan direnovasi dan dikontrakkan.

Bangunan-bangunan tadi baru yang ada di sekitar Cipete. Di Bekasi, Jawa Barat, Tukul juga memiliki satu rumah yang juga dikontrakkan. Sayangnya, dia tidak mau membeberkan secara detail saat ditanya tentang berapa banyak dan di daerah mana saja rumah kontrakan yang dia miliki. ”Ya, pokoknya ada. Kalau saya sebut semua nanti orang kaget,” jawab Tukul lantas tersenyum.

Kenapa Tukul begitu tertarik dengan investasi jenis ini? ”Makin tahun, harga tanah makin mahal. Yang tadinya sepi, begitu ramai harga juga ikut tinggi. Dulu di sini per meternya Rp 1 juta. Sekarang sudah hampir Rp5 juta,” katanya.

Tak semua investasi itu berhasil. Tukul pernah mencoba peruntungan di bisnis kuliner dengan membuka restoran Ikan Bakar Tukul Arwana di Bumi Serpong Damai, Tangerang. Dia bekerja sama dengan mantan bos ketika menjadi sopir, Alex. Namun, hanya dalam hitungan bulan, usaha itu tutup.

”Sebetulnya sea food cukup menjanjikan di daerah itu. Tapi, yang saya lihat, masalahnya ada di tempat parkir yang kurang memadai,” jelas Tukul yang beberapa waktu lalu mendirikan Ojo Lali Entertainment sebagai wadah teman-temannya sesama pelawak untuk berkarya.

Di Jakarta, hingga daerah lainnya, nama Tukul seringkali dipakai untuk nama restoran hingga warung nasi kelas kaki lima. Namun, menurut Tukul tidak ada satu pun yang benar-benar miliknya. Soal namanya yang diadopsi untuk kepentingan komersial, Tukul mengaku ikhlas.

”Biarin saja. Bagi-bagi rezeki. Menyenangkan orang itu kan pahala. Kalau kamu mau pakai nama saya juga boleh. Misalnya bikin warung gado-gado Tukul Arwana. Atau wong ndeso. Silahkan saja,” kata Tukul kepada Jawa Pos.

Meski melabelkan dirinya sebagai wong ndeso (orang desa), Tukul tidak mau disebut berpikiran kuno. Di samping asuransi jiwa, Tukul juga mengikuti asuransi pendidikan untuk putri semata wayangnya, Novita Eka Afriana, 8, sehingga menjamin bisa sekolah hingga ke jenjang perguruan tinggi. ”Orang dulu bilang asuransi itu nggak perlu. Buat saya itu penting. Jangan kuno,” ungkapnya santai.

Di luar harta miliaran rupiah dan investasi yang melimpah, Tukul tetap bertahan sebagai sosok sederhana. Tidak terlalu konsumtif. Mobil Mitsubishi Galant keluaran 1982 tetap dia pertahankan. Mobil itu lebih sering dia pakai ketimbang Toyota Innova yang terparkir di garasi rumahnya.

Untuk menuju studio Trans 7 yang jaraknya tak terlalu jauh dari rumahnya, Tukul juga lebih suka mengendarai Honda Astrea Prima ketimbang Harley-Davidson miliknya. ”Soal makanan, saya tetap suka oseng kangkung. Pakaian juga nggak ada yang bermerek,” akunya.

Pelawak senior, Toto Muryadi alias Tarsan, 62, menggunakan jurus “Siap” sejak masa muda. Saat ini, pria kelahiran Malang, itu mulai bisa menikmati hasilnya. ”Jurus Siap itu bukan hanya untuk militer. Untuk semua orang juga, termasuk saya,” ujarnya.

Jurus Siap itu terinspirasi oleh ajaran agama agar memanfaatkan masa jaya sebelum masa sulit, masa sehat sebelum sakit, serta masa muda sebelum tua.

Hasil dari Jurus Siap itu bisa digunakan ketika keadaan darurat. Ketika tabungan mulai menipis sehingga uang untuk membeli beras dan gula sangat terbatas, Tarsan tidak kesulitan. ”Kebetulan saya anak petani. Kalau saya nggak laku (melawak, Red.) masih bisa makan karena ada beras hasil tani. Saya juga tanam tebu di kampung. Jadi Alhamdulillah tidak pernah kekurangan,” jelasnya.

Di luar itu, Tarsan memiliki usaha dalam bentuk lain. Hanya saja, dia enggan berterus terang. Menurutnya, takut dibilang sombong. Usaha itu dijalankan oleh saudara-saudara Tarsan dan beberapa pekerja lainnya.

Anak Tarsan satu-satunya, Galuh Pujiwati, sejak 2006 lalu dipersunting seorang pria. Puterinya sudah mandiri dengan membuka usaha kafe di beberapa kota. “Praktis, saya tinggal menunggu cucu. Hasil dari kerja ini juga menyenangkan cucu saya,” kata Tarsan.

Prinsipnya, kata Tarsan, dalam menjalankan hidup ini adalah menghitung dengan baik dan bijak. Uang yang datang dan pergi diatur sebaik mungkin agar tidak merugi. ”Sebab, menurut saya, yang dihitung saja suka meleset, apalagi nggak dihitung,” ucapnya.

Tarsan juga menerapkan open management kepada istrinya, Sulistina. Pengeluaran sekecil apapun ada catatan (bon)-nya. ”Saya mengajarkan kepada keluarga untuk berterus terang dalam hal keuangan dan apapun. Saya selalu bawa bukti pembayaran ke rumah setiap habis belanja, makan, atau ke mana saja. Supaya istri saya tahu,” ungkapnya. (el)

No comments: